Kamis, 19 April 2012

Tindak tegas pelanggaran pemilu

Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu dinilai belum memberikan banyak perubahan terhadap aturan pencegahan pelanggaran dan penegakan hukum pemilu. Penataan penegakan hukum pemilu terancam gagal dengan sisa waktu yang tersedia.
Tindak Tegas Pelanggaran Pemilu
Bila hingga Rancangan Undang-Undang Pemilu disahkan tidak ada terobosan dalam penataan penegakan hukum pemilu, dikhawatirkan persoalan seperti politik uang akan makin subur di Pemilihan Umum 2014. "Kalau itu yang terjadi, ini akan jauh lebih buruk dari undang- undang yang sekarang berlaku," kata Wakil Ketua Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Topo Santoso, di Jakarta, Senin (2/4).

Dia menuturkan problem paradigma penegakan hukum dalam Pemilu 2009 seperti tak berubah dalam Rancangan Undang-Undang Pemilu karena belum tuntas dibahas dan disepakati. Masalah sanksi administratif juga belum disepakati dan parpol cenderung memberlakukan sanksi yang kurang tegas dan menguntungkan parpol. "Padahal sanksi yang tegas dan jelas diharap akan menimbulkan efek jera dan mencegah terjadinya pelanggaranpelanggaran," ujarnya.

Topo menambahkan bahwa perluasan subjek hukum dalam ketentuan pidana pemilu sebenarnya hal positif mengingat parpol dapat dimintai pertanggungjawaban secara pidana. Akan tetapi, ternyata dalam perkembangannya, Dewan Perwakilan Rakyat menolak memberlakukan sanksi administratif berupa pembubaran parpol karena dinilai akan memudahkan parpol tertentu menjatuhkan lawan politiknya.

Lebih lanjut dikatakannya, Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilu sebenarnya telah diberikan berbagai masukan terkait perbaikan aturan penegakan hukum pemilu. Akan tetapi, hingga kini, usulan yang ada tidak diterima. "Entah karena tidak sempat dipikirkan atau tidak dianggap penting. Mungkin di mata mereka lebih penting soal ambang batas parlemen, daerah pemilihan (dapil), sistem pemilu, dan sebagainya," ungkapnya.

Topo mengatakan pihaknya telah memberi masukan ke Dewan Perwakilan Rakyat mengenai aturan politik uang. Dia menegaskan bahwa Indonesia hanya memiliki dua pasal tentang politik uang dalam Undang-Undang Pemilu. Hal itu tertinggal jauh dari negaranegara tetangga yang begitu ketat dalam pengaturan politik uang. "Tapi saya pesimistis akan diakomodasi," ujarnya. Menurut dia, salah satu hal pokok yang semestinya diatur adalah memperluas definisi politik uang tidak hanya soal uang, tetapi hal lainnya yang bertujuan sama dengan itu.

Tak Serius
Sementara itu, peneliti dari Center for Electoral Reform (Cetro), Refly Harun, menilai bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memang tidak serius dalam mengatur soal penegakan hukum pemilu. Sebab, bila aturan dibuat ketat maka para peserta pemilu, termasuk yang tengah membahas Rancangan Undang-Undang Pemilu di dalamnya, berisiko terjerat aturan tersebut.

"Semua enggan untuk membuat sistem pemilu yang cukup kuat untuk mencegah agar jangan sampai terjadi kecurangan atau kejahatan dalam pemilu. Sebab bukan tidak mungkin semuanya 'berjuang' di pemilu, yakni beras, baju, dan uang," paparnya. Menurut Refly, bila tidak ada perubahan signifikan dalam Rancangan Undang-Undang Pemilu, maka kecurangan pada 2009 akan terulang kembali di tahun 2014.

Celakanya, hal itu tidak dibarengi kemampuan untuk melakukan penegakan hukum yang efektif dan efisien. "Kita yakini banyak pelaku politik uang, tapi kemudian tidak terjangkau dan tidak bisa dijangkau," tandasnya. Topo Santoso mengatakan bahwa selain lemah dari sisi penataan, aturan penegakan hukum yang ada dalam Rancangan Undang-Undang Pemilu juga diwarnai berbagai kesalahan mendasar maupun inkonsistensi. Hal itu seperti tidak adanya pengkategorian pidana ringan hingga berat ataupun pemberian ancaman pidana penjara dan denda secara kumulatif. har/P-3

sumber:http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/87579

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More